31.8 C
Jombang
Thursday, June 8, 2023

Cobain Nih Slow Living, Cara Nikmati Hidup Agar Lebih Bermakna

RADAR JOMBANG –  Kesibukan, mungkin, telah membuat orang kehilangan banyak hal, hilang “rasa manusia” karena dikendalikan pekerjaan dan tidak mampu mengendalikan keadaan, hingga serasa menjadi budak duniawi.

Apakah Anda lelah, kurang tidur, stres meningkat, bahkan kesehatan mental memburuk? Mungkin saatnya beralih ke gaya hidup slow living, melambatkan laju hidup demi menikmati setiap momen yang terjadi dan menjadikan setiap aktivitas lebih bermakna.

Dikutip dari ANTARA, Hasil penelitian terbaru memperingatkan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan otak mengecil, karena tidur yang cukup memegang peranan penting bagi kesehatan otak.

Ketika seseorang kurang tidur, kemampuan otaknya untuk memproses informasi hingga daya ingat turut terganggu. Kurang tidur juga dapat menyebabkan seseorang berpikir lebih lambat, sulit berkonsentrasi dan kurang mampu membuat keputusan.

Menjalani kehidupan di zaman modern dengan segala dampak buruk yang mengancam, dapatkah seseorang melarikan diri darinya?

Gaya hidup santai

Slow living sesungguhnya bukan berarti bermalas-malasan, melainkan memilih menjadi manusia merdeka yang mampu mengatur kehidupan sendiri tanpa tekanan dari mana pun dan siapa pun. Mengerjakan segala sesuatu tidak dengan terburu-buru, mampu menikmati setiap aktivitas, dan meresapi setiap momen yang dilalui.

Tidak harus menunggu tua atau usia pensiun untuk dapat membebaskan diri dari perbudakan pekerjaan. Tidak perlu (juga) menunggu hingga depresi atau mengalami gejala gila untuk menyadari bahwa setiap individu berhak atas kualitas hidup yang baik, merawat akal sehat, dan tidak terseret dalam kegilaan bersama.

Ada banyak definisi dan konsep slow living yang bertebaran di ruang literasi. Akan tetapi, sesungguhnya setiap orang bebas memaknai dan menjalani sesuai rasa dan gaya masing-masing agar (sekali lagi) bebas dari pola dan pakem yang selama ini telah membelenggu dan mengganggu kebebasan. Namun sekadar sebagai wawasan, berikut adalah beberapa pandangan pakar mengenai slow living.

Baca Juga :  Hampir 60 Persen, PNS di Kabupaten Jombang Ternyata Dikuasai Kaum Hawa

Menurut Jenelle Kim, DACM., L.A.c., seorang dokter pengobatan Tiongkok, ahli herba, dan penulis Myung Sung: The Korean Art of Living Meditationslow living adalah pendekatan hidup sadar yang melibatkan hidup lebih lambat sehingga menghargai setiap momen dan memprioritaskan apa yang penting dalam hidup.

Pembimbing spiritual dan praktisi pernapasan, Alyse Bacine, seperti dilansir Byrdie beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa slow living mendorong kita untuk melangkah ke cara berpikir yang baru dan memungkinkan untuk menerima dan mengalami semua aspek yang ditawarkan oleh kehidupan.

Kembali mengutip Jenelle Kim, bahwa komponen penting dari slow living adalah menghilangkan stres dalam hidup Anda. Hal ini pada akhirnya tidak hanya bermanfaat dari segi mentalitas, tetapi juga secara fisik. Anda bisa tidur lebih nyenyak, memperbaiki pencernaan, meningkatkan mood, mengurangi ketegangan otot, dan menurunkan tekanan darah.

Melambatkan laju hidup juga bermanfaat untuk kesejahteraan spiritual. Alyse Bacine berpandangan, menjalani hidup sederhana dan memilih untuk memperhatikan setiap momen membantu seseorang lebih dekat dengan diri sendiri dan tujuan yang hendak digapai. Setelah menerapkan gaya hidup lambat, orang cenderung merasa bersyukur dan menghargai hidup sepenuhnya.

Bagaimana mempraktikkannya?

Untuk dapat terbebas dari segala hiruk-pikuk kesibukan pekerjaan, mungkin orang berpikir menjalani slow living harus kabur ke lokasi terpencil atau mengasingkan diri. Tentu tidak perlu seekstrem itu. Pada tahap pemula, bisa dengan mengurangi peran di kantor atau dunia kerja dan dalam waktu bersamaan memperbanyak kegiatan produktif yang menyenangkan di sekitar lingkungan rumah.

Dalam mempersiapkan penerapan gaya hidup santai, sejumlah langkah berikut mungkin dapat diikuti:

1. Intens menabung dan investasi prospektif dari 3-5 tahun sebelumnya. Karena, menjalani gaya hidup santai memerlukan stabilitas dan keamanan finansial agar bisa terlepas dari ketergantungan gaji perusahaan.

Baca Juga :  Mau Kuliah Sambil Nyantri di Jombang? Ini Rekomendasi Kampusnya

2. Menciptakan wahana pribadi untuk berkarya. Jangan menjadikan perusahaan satu-satunya tempat berkarya, ciptakan wahana pribadi secara mandiri supaya kelak tetap merasa berarti karena terus melahirkan karya. Bila karya itu ternyata menghasilkan uang, berarti bonus. Tapi setidaknya dengan tetap berkarya hidup terasa bermakna, menimbulkan kepuasan batin sebagai pemantik rasa bahagia.

3. Membangun rumah mandiri pangan. Salah satu penyebab orang ketergantungan pada gaji mungkin adalah kebutuhan operasional harian rumah tangga. Pangan menjadi komponen penting dan signifikan dalam kebutuhan operasional itu. Dengan membangun rumah mandiri pangan otomatis alasan ketergantungan pada upah perusahaan akan lepas. Membuat kebun sayur-mayur, buah-buahan, kolam ikan dan beternak di sekitar rumah merupakan contoh kecil bagaimana membangun rumah mandiri pangan. Jika kegiatan itu diseriusi untuk skala yang lebih besar tentu akan mendatangkan pemasukan yang mensejahterakan.

Hidup sehat

Slow living menawarkan gaya hidup sehat karena seseorang bisa menjalani hidup dengan tenang dan damai. Dampak baiknya, relasi dengan kerabat, keluarga, dan tetangga menguat karena memiliki waktu untuk membangun hubungan yang hangat. Secara spiritual, “hubungan hangat” dengan Tuhan juga dapat diciptakan, selebihnya seseorang jadi pandai bersyukur, mencukupkan diri dengan apa yang dipunyai, tidak perlu iri, dan membandingkan dengan yang orang lain miliki. Dengan gaya hidup santai, kita bisa berekreasi dan bercengkerama dengan alam yang menyegarkan pikiran.

Bila tujuan utama hidup untuk bahagia maka untuk apa mengejar pangkat dan jabatan dengan segala upaya, menumpuk harta benda dengan berbagai cara.

Apalagi bila pada akhirnya semua itu tak mampu menghadirkan kebahagiaan.
Kebahagiaan, bagi manusia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, bisa jadi memang tidak lagi dicari-cari, tetapi melekat dalam laku kesehariannya. (ant/riz)

RADAR JOMBANG –  Kesibukan, mungkin, telah membuat orang kehilangan banyak hal, hilang “rasa manusia” karena dikendalikan pekerjaan dan tidak mampu mengendalikan keadaan, hingga serasa menjadi budak duniawi.

Apakah Anda lelah, kurang tidur, stres meningkat, bahkan kesehatan mental memburuk? Mungkin saatnya beralih ke gaya hidup slow living, melambatkan laju hidup demi menikmati setiap momen yang terjadi dan menjadikan setiap aktivitas lebih bermakna.

Dikutip dari ANTARA, Hasil penelitian terbaru memperingatkan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan otak mengecil, karena tidur yang cukup memegang peranan penting bagi kesehatan otak.

Ketika seseorang kurang tidur, kemampuan otaknya untuk memproses informasi hingga daya ingat turut terganggu. Kurang tidur juga dapat menyebabkan seseorang berpikir lebih lambat, sulit berkonsentrasi dan kurang mampu membuat keputusan.

Menjalani kehidupan di zaman modern dengan segala dampak buruk yang mengancam, dapatkah seseorang melarikan diri darinya?

Gaya hidup santai

Slow living sesungguhnya bukan berarti bermalas-malasan, melainkan memilih menjadi manusia merdeka yang mampu mengatur kehidupan sendiri tanpa tekanan dari mana pun dan siapa pun. Mengerjakan segala sesuatu tidak dengan terburu-buru, mampu menikmati setiap aktivitas, dan meresapi setiap momen yang dilalui.

Tidak harus menunggu tua atau usia pensiun untuk dapat membebaskan diri dari perbudakan pekerjaan. Tidak perlu (juga) menunggu hingga depresi atau mengalami gejala gila untuk menyadari bahwa setiap individu berhak atas kualitas hidup yang baik, merawat akal sehat, dan tidak terseret dalam kegilaan bersama.

Ada banyak definisi dan konsep slow living yang bertebaran di ruang literasi. Akan tetapi, sesungguhnya setiap orang bebas memaknai dan menjalani sesuai rasa dan gaya masing-masing agar (sekali lagi) bebas dari pola dan pakem yang selama ini telah membelenggu dan mengganggu kebebasan. Namun sekadar sebagai wawasan, berikut adalah beberapa pandangan pakar mengenai slow living.

Baca Juga :  Dari Era Mpu Sindok Hingga Airlangga, Ini Sederet Prasasti Kuno di Jombang

Menurut Jenelle Kim, DACM., L.A.c., seorang dokter pengobatan Tiongkok, ahli herba, dan penulis Myung Sung: The Korean Art of Living Meditationslow living adalah pendekatan hidup sadar yang melibatkan hidup lebih lambat sehingga menghargai setiap momen dan memprioritaskan apa yang penting dalam hidup.

Pembimbing spiritual dan praktisi pernapasan, Alyse Bacine, seperti dilansir Byrdie beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa slow living mendorong kita untuk melangkah ke cara berpikir yang baru dan memungkinkan untuk menerima dan mengalami semua aspek yang ditawarkan oleh kehidupan.

Kembali mengutip Jenelle Kim, bahwa komponen penting dari slow living adalah menghilangkan stres dalam hidup Anda. Hal ini pada akhirnya tidak hanya bermanfaat dari segi mentalitas, tetapi juga secara fisik. Anda bisa tidur lebih nyenyak, memperbaiki pencernaan, meningkatkan mood, mengurangi ketegangan otot, dan menurunkan tekanan darah.

Melambatkan laju hidup juga bermanfaat untuk kesejahteraan spiritual. Alyse Bacine berpandangan, menjalani hidup sederhana dan memilih untuk memperhatikan setiap momen membantu seseorang lebih dekat dengan diri sendiri dan tujuan yang hendak digapai. Setelah menerapkan gaya hidup lambat, orang cenderung merasa bersyukur dan menghargai hidup sepenuhnya.

Bagaimana mempraktikkannya?

Untuk dapat terbebas dari segala hiruk-pikuk kesibukan pekerjaan, mungkin orang berpikir menjalani slow living harus kabur ke lokasi terpencil atau mengasingkan diri. Tentu tidak perlu seekstrem itu. Pada tahap pemula, bisa dengan mengurangi peran di kantor atau dunia kerja dan dalam waktu bersamaan memperbanyak kegiatan produktif yang menyenangkan di sekitar lingkungan rumah.

Dalam mempersiapkan penerapan gaya hidup santai, sejumlah langkah berikut mungkin dapat diikuti:

1. Intens menabung dan investasi prospektif dari 3-5 tahun sebelumnya. Karena, menjalani gaya hidup santai memerlukan stabilitas dan keamanan finansial agar bisa terlepas dari ketergantungan gaji perusahaan.

Baca Juga :  Ini Daftar 13 Pabrik Gula Pernah Berdiri di Kabupaten Jombang (Bagian 2)

2. Menciptakan wahana pribadi untuk berkarya. Jangan menjadikan perusahaan satu-satunya tempat berkarya, ciptakan wahana pribadi secara mandiri supaya kelak tetap merasa berarti karena terus melahirkan karya. Bila karya itu ternyata menghasilkan uang, berarti bonus. Tapi setidaknya dengan tetap berkarya hidup terasa bermakna, menimbulkan kepuasan batin sebagai pemantik rasa bahagia.

3. Membangun rumah mandiri pangan. Salah satu penyebab orang ketergantungan pada gaji mungkin adalah kebutuhan operasional harian rumah tangga. Pangan menjadi komponen penting dan signifikan dalam kebutuhan operasional itu. Dengan membangun rumah mandiri pangan otomatis alasan ketergantungan pada upah perusahaan akan lepas. Membuat kebun sayur-mayur, buah-buahan, kolam ikan dan beternak di sekitar rumah merupakan contoh kecil bagaimana membangun rumah mandiri pangan. Jika kegiatan itu diseriusi untuk skala yang lebih besar tentu akan mendatangkan pemasukan yang mensejahterakan.

Hidup sehat

Slow living menawarkan gaya hidup sehat karena seseorang bisa menjalani hidup dengan tenang dan damai. Dampak baiknya, relasi dengan kerabat, keluarga, dan tetangga menguat karena memiliki waktu untuk membangun hubungan yang hangat. Secara spiritual, “hubungan hangat” dengan Tuhan juga dapat diciptakan, selebihnya seseorang jadi pandai bersyukur, mencukupkan diri dengan apa yang dipunyai, tidak perlu iri, dan membandingkan dengan yang orang lain miliki. Dengan gaya hidup santai, kita bisa berekreasi dan bercengkerama dengan alam yang menyegarkan pikiran.

Bila tujuan utama hidup untuk bahagia maka untuk apa mengejar pangkat dan jabatan dengan segala upaya, menumpuk harta benda dengan berbagai cara.

Apalagi bila pada akhirnya semua itu tak mampu menghadirkan kebahagiaan.
Kebahagiaan, bagi manusia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, bisa jadi memang tidak lagi dicari-cari, tetapi melekat dalam laku kesehariannya. (ant/riz)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru


/