JOMBANG – Kabar adanya pengondisian dalam selter JPTP di Kabupaten Jombang, turut dikomentari kalangan pemerhati publik. Aan Anshori, Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) JombangĀ bahkan menduga tahapan seleksi terbuka hanya formalitas untuk menggugurkan kewajiban.
āBupati tentu sudah mengantongi nama-nama yang akan menduduki pos tersebut. Tak peduli bagaimana track record-nya. Proses pentahapan menurutku bisa dikatakan hanyalah formalitas belaka,ā ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang, kemarin (7/2).
Menurut dia, metode rekrutmen pejabat eselon II dengan seleksi terbuka adalah model klasik. Karena pada endingnya, yang memilih nama peringkat dari tiga besar adalah bupati selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). āModel rekrutmen pejabat publik seperti ini merupakan model klasik, kurang mencerminkan reformasi birokrasi,āā tambahnya.
Jika berani terang-terangan, lanjut Aan, Pemkab dalam hal ini bupati harus berani mempublikasikan calon-calonnya untuk dilakukan uji publik. Uji publik dimaksudkan untuk memberikan tanggapan masyarakat tentang track record pejabat yang akan dijadikan kepala OPD. āHarusnya bupati bisa melakukan proses tersebut. Tinggal apakah ia mau apa tidak? Masyarakat diminta masukan, lalu uji publik yang dapat disaksikan masyarakat luas, sebagai gambarannya bisa melalui live streaming,āā papar dia.
Menurut dia, hal itu lebih terbuka dan relevan untuk menjaring kepala OPD yang benar-benar berkualitas. Tidak hanya memiliki kapabilitas di bidangnya, namun memiliki kepribadian yang baik sebagai pelayanan masyarakat. āIni untuk memastikan prosesnya berjalan tanpa desas-desus menyangkut komersialisasi jabatan. Artinya, jangan sampai dipilih secara diam-diam,ā pungkasnya.
Reporter: Ainul Hafidz
JOMBANG – Kabar adanya pengondisian dalam selter JPTP di Kabupaten Jombang, turut dikomentari kalangan pemerhati publik. Aan Anshori, Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) JombangĀ bahkan menduga tahapan seleksi terbuka hanya formalitas untuk menggugurkan kewajiban.
āBupati tentu sudah mengantongi nama-nama yang akan menduduki pos tersebut. Tak peduli bagaimana track record-nya. Proses pentahapan menurutku bisa dikatakan hanyalah formalitas belaka,ā ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang, kemarin (7/2).
Menurut dia, metode rekrutmen pejabat eselon II dengan seleksi terbuka adalah model klasik. Karena pada endingnya, yang memilih nama peringkat dari tiga besar adalah bupati selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). āModel rekrutmen pejabat publik seperti ini merupakan model klasik, kurang mencerminkan reformasi birokrasi,āā tambahnya.
Jika berani terang-terangan, lanjut Aan, Pemkab dalam hal ini bupati harus berani mempublikasikan calon-calonnya untuk dilakukan uji publik. Uji publik dimaksudkan untuk memberikan tanggapan masyarakat tentang track record pejabat yang akan dijadikan kepala OPD. āHarusnya bupati bisa melakukan proses tersebut. Tinggal apakah ia mau apa tidak? Masyarakat diminta masukan, lalu uji publik yang dapat disaksikan masyarakat luas, sebagai gambarannya bisa melalui live streaming,āā papar dia.
Menurut dia, hal itu lebih terbuka dan relevan untuk menjaring kepala OPD yang benar-benar berkualitas. Tidak hanya memiliki kapabilitas di bidangnya, namun memiliki kepribadian yang baik sebagai pelayanan masyarakat. āIni untuk memastikan prosesnya berjalan tanpa desas-desus menyangkut komersialisasi jabatan. Artinya, jangan sampai dipilih secara diam-diam,ā pungkasnya.
Reporter: Ainul Hafidz