JOMBANG –Â Karateka digembleng fisik dan mental sehingga selalu siap menghadapi aneka warna kehidupan. Bebas dari rasa khawatir dan takut.
’’Tanpa rasa ragu, takut dan khawatir, karateka akan sukses menghadapi kehidupan,’’ kata Kwat Prayitno, ketua harian Federasi Karate-Do Indonesia (Forki) Jombang, kemarin.
Fisik karateka digembleng dalam latihan yang keras. Sehingga tangan, kaki dan seluruh anggota badannya menjadi seperti senjata. Kuat dan mematikan. ’’Karateka siap menghadapi tantangan fisik apapun, meskipun diwanti-wanti agar tidak sembarangan menggunakan. Bahkan sebisa mungkin menghindari pertarungan,’’ urai anggota dewan guru Inkanas nasional ini.
Menyelesaikan persoalan tanpa perkelahian diutamakan. ’’Meskipun kita sangat siap untuk itu,’’ ucap guru besar karate penyandang sabuk hitam Dan VII ini. Kesiapan fisik inilah yang membuat karateka bebas dari rasa khawatir terhadap gangguan fisik.
Secara psikologi, karateka juga dibentuk punya mental baja. Ini menjadikan karateka tidak gampang dihantui perasaan khawatir, takut, ragu dan putus asa. ’’Sepanjang kita berpegang pada dojokun, maka kita akan bebas rasa khawatir,’’ terang alumnus S2 Universitas Brawijaya Malang yang kini dosen STKIP PGRI Jombang.
Sebelum dan sesudah latihan, karateka selalu mengucapkan dojokun atau lima sumpah karate. Pertama, sanggup memelihara kepribadian. Kedua, sanggup patuh pada kejujuran. Ketiga, sanggup mempertinggi prestasi. Keempat, sanggup menjaga sopan santun. Kelima, sanggup menguasai diri.
’’Dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun, asal kita mempraktikkan kepribadian yang baik, maka tidak akan ada rasa khawatir,’’ ucap tokoh yang telah 52 tahun menggeluti karate ini.
Rasa khawatir bisa muncul saat kita melanggar aturan. Maka kepribadian yang baik adalah taat aturan. Rasa khawatir bisa muncul saat kita melanggar ajaran agama. Maka kepribadian yang baik adalah melaksanakan ajaran agama.
Rasa khawatir bisa muncul saat kita berbuat jahat. Maka kepribadian yang baik, tidak berbuat jahat. Rasa khawatir bisa muncul saat kita tidak jujur. Maka kita harus jujur. Rasa khawatir bisa muncul saat kita mengalami kegagalan. Maka kita harus terus memupuk semangat berprestasi.
Rasa khawatir bisa muncul saat kita tidak menjaga sopan santun. Maka kita harus sopan santun. Rasa khawatir bisa muncul saat kita marah, emosi dan tak mampu menguasai diri. Maka kita harus sanggup menguasai diri.
’’Semua itu tidak hanya diomongkan, tapi juga ditradisikan di karate,’’ tegas pengurus PMI Jombang yang telah donor darah 128 kali. Baik melalui latihan, kejuaraan maupun lainnya. Sehingga diharapkan, karateka benar-benar menjadi pribadi yang sempurna. (jif/naz/riz)