JOMBANG – Saat khotbah di Masjid Agung Junnatul Fuadah, Polres Jombang, Jumat (27/1), Ustad Addin Mustaqim Alhafid, menjelaskan kunci meraih kebaikan di dunia akhirat. ’
’Ada lima kunci agar kehidupan kita menjadi baik,’’ tuturnya. Pertama yakni punya ilmu. ’’Makanya Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wa sallam mewajibkan kita mencari ilmu sejak dalam kandungan hingga liang lahad,’’ terangnya.
Ada tiga ilmu yang wajib dimiliki. Ilmu tentang tauhid yakni aqidah. Ilmu tentang tuntunan ibadah yakni fikih. Serta ilmu menata hati yakni tasawuf.
Kedua ibadah. ’’Tujuan utama manusia diciptakan untuk ibadah,’’ tegasnya. Sebagaimana ditegaskan dalam QS Adzariyat 56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Ibadah yang utama yakni salat. Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wa sallam bersabda; Orang yang istiqamah salat akan diberi lima hal. Bebas kesempitan rezeki. Bebas siksa kubur. Menerima catatan amal tangan kanan. Melewati jembatan sirotol mustakim secepat kilat. Serta masuk surga tanpa hisab.
Ketiga rezeki halal. ’’Amal yang utama setelah ibadah fardu yakni mencari rezeki halal,’’ tegasnya. Sampai-sampai Rasulullah bersabda; Diantara sekian dosa, ada dosa yang hanya bisa dihapus dengan mencari rezeki halal. ’’Lelah dan letihnya kita bekerja mencari rezeki halal, itu menghapus dosa,’’ jelasnya.
Keempat sabar. Sabar membuat fisik dan jiwa kuat menjalani bagaimanapun kondisi kehidupan. Kita hanya akan bisa sabar jika bersama Allah SWT. Sebagaimana ditegaskan dalam QS Annahl 127. Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah SWT.
Agar bisa sabar, kita harus meyakini bahwa apapun yang kita terima adalah yang terbaik menurut Allah subhanahu wa ta’ala.
Kelima syukur. ’’Tak ada satu hal pun di dunia ini yang tak bisa kita syukuri,’’ tegasnya. Diberi hidup kita bersyukur, karena banyak orang mati. Diberi rezeki cukup kita bersyukur, karena masih banyak yang kekurangan. Diberi sakit pun bersyukur, karena banyak yang lebih parah.
Kiai Arwani Kudus bahkan memberi contoh, kala kecopetan pun beliau masih bersyukur. Dia bersyukur karena ditakdir sebagai orang yang kecopetan, bukan sebagai pencopetnya.
Nabi Ayub jatuh miskin dan sakit selama 17 tahun pun masih bersyukur. Karena 17 tahun itu lebih sedikit dibanding waktu kaya dan sehatnya selama 80 tahun. (jif/naz/riz)