JOMBANG – Ada sebagian perajin pande besi di Desa Karangdagangan, Kecamatan Bandarkedungmulyo, yang masih bertahan. Di tahun-tahun sebelumnya, pesanan golok meningkat saat menjelang Idul Adha. Namun, merebaknya PMK tahun ini membuat pesanan golok nyaris nihil.
Deru mesin diikuti hantaman palu terdengar jelas saat melintas di depan rumah Aminin, salah satu perajin pande besi asal Dusun Doro, Desa Karangdagangan, Kecamatan Bandarkedungmulyo.
Sesekali bunyi itu hilang, berganti teriakan kecil. Tak berselang lama, suara hantaman yang khas, antara palu dengan lempengan besi kembali memecah suasana.
Ya, sumber suara itu berasal dari belakang rumah Aminin. Maklum, lokasi belakang rumah itu memang dijadikan bengkel pembuatan sabit, golok dan belati. Ada lima orang termasuk Aminin yang sibuk dengan aktivitas rutin ini.
Mereka punya peran masing-masing. Mulai dari memanaskan bahan baku, antara besi dengan baja lalu ditempa menggunakan mesin. Ada yang mengasah sabit dan ada pula membuat gagang. Memodifikasi kayu yang sudah dipotong dan dibentuk sedemikian rupa.
”Ini sudah 15 tahun, awalnya ya belajar terus saya tekuni sendiri hingga seperti sekarang ini,” kata Aminin mengawali perbincangan dengan Jawa Pos Radar Jombang. Membuat sabit memang menjadi kesibukan dirinya. Dengan dibantu empat orang yang notabene anggota keluarga sendiri, produksi sabit miliknya masih bertahan.
”Bahan bakunya dari plat besi, kemudian ada baja ini bekas roda gila,” imbuh dia. Semua bahan didapatkan dari Pasar Tunggorono. Para perajin biasanya menyebut besi isen, campuran antara besi dengan baja.
Seiring perkembangan waktu, saat ini pande besi miliknya lebih banyak membuat sabit. Hampir setiap hari menghasilkan puluhan sabit. ”Tergantung yang pesan, soalnya pemasaran online. Sehari antara 30-40 sabit,” ujar lelaki berusia 53 tahun ini.
Karena mengandalkan pasar online, para pelanggannya tak hanya berasal dari Jombang dan sekitarnya. Pesanan justru lebih banyak dari luar Pulau Jawa. ”Ini pesanan dari Sumatera, ada juga dari Riau dan Sulawesi,” lanjut Aminin.
Bentuknya juga berbeda-beda. Ada sabit untuk keperluan memotong rumput dan sabit untuk serabutan atau keperluan memotong ranting pohon. Sabit memotong rumput misalnya, bentuk bagian samping lebih besar. Sementara sabit untuk serabutan atau pemotong ranting pohon, bentuknya agak kecil dan lebih tebal.
”Harganya paling murah Rp 90.000, paling mahal atau yang sudah asahan Rp 110 ribu,” bebernya. Mendekati Idul Adha seperti sekarang, biasanya ia banyak menerima pesanan golok dan pisau berukuran besar. Namun, kali ini pesanan golok cenderung sepi. ”Kalau pemesanan golok menurun,” sahut Anjasmoro anak pertama Aminin.
Menurutnya, penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjadi salah satu penyebab pesanan golok di tempatnya turun. Sebab, diperkirakan tahun ini kurban sapi berkurang. Sehingga tidak banyak yang memesan golok untuk keperluan memotong hewan kurban. ”Sangat terdampak, mungkin ya karena ada penyakit. Sekarang sepi nggak ada yang pesan golok, lebih banyak sabit,” pungkasnya. (fid/bin/riz)